Saturday, 13 August 2016

My 5-Week Experience at Columbia University, U.S.A.


When I was admitted to Columbia University School of Social Work, I searched about things that I have to prepare for joining the class. One of them was that I kept asking people who have experienced studying in the US and remembered about my experience when I studied at the University of Nebraska Omaha last year. At that time, I realized that studying in the US is very different from my university in Indonesia. As far as I know, students who are studying at Columbia University have to read many books and do many assignments every week.

In addition, there are some cultural differences that make me need time to adjust. For instance, if I talk to another student who is coming from a different country, I have to be more focused on his/her voices/intonation because our dialect is not same. Moreover, we are from different backgrounds. However, these kinds of challenge are common for me because I come from Indonesia who has more than a hundred languages and tribes. One thing that we have to implement is respect towards each other. I believe that by having this mindset, we are going to have a peaceful environment.

Personally speaking, the most difficult thing to adjust as a new student at Columbia University is reading books, journals, articles, and news every day and summarizing it. Probably, it is common for other students especially for the US students. In contrast, this is the biggest challenge for me because my background is Physics when I was in college. Yet, I will face it by having exercises every day. Yeah, welcome to Columbia University in the City of New York, U.S.A! 
Butler Library

Yes, there are a lot of assignments every week, but I still have time to explore New York City. Here are some places that I have visited;
Times Square

4th of July in Brooklyn 

China Town

Central Park

Cathedral Church St. John the Devine 

I have been studying at Columbia University for more than five weeks. I learnt a lot about what social workers have done here in the city. I visited and communicated with some agencies that focus on social work. In addition, I gained so much new knowledge from the professors who were teaching us in the class. I am still consistent with my idea to be a social worker and even more excited than before coming here. One thing that makes me curious until now is how to find the real method that I will take for next year. Frankly speaking, I do love all the topics or methods that Columbia School of Social Work offers to us. From these several weeks, I realized that social workers play a big role to change the society. No matter what kind of methods the students take, all of them are good and meaningful.

At my faculty! #LPDP #Pinisi67 

I tend to believe that all knowledge, skills, and experience during my time here will be useful in my country. I will bring all those things and hopefully implement them. One of the most important things to be implemented in Indonesia is how to reduce poverty or increase the economics of the poor people and how to develop children, youth and family. These kinds of knowledge and experience that I really need for my future. Besides, I also want to bring the international experience to my community. Therefore, I can share what many people do in the United States. I do want to influence many people in my country with international skills that I have gained from Columbia University and New York City. I know that I still need a lot of advice from my classmates, lecturers, and professors to make me ready for the field practice for next year. I will try my best to achieve my dream from this school. I will learn more and give more effort for that. 

AKSI NYATAKU UNTUK INDONESIA

Perjalananku kali ini tidak hanya untuk travelling tetapi juga untuk menyapa dan menginspirasi siswa-siswa dan masyarakat di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Pada bulan Desember 2015 yang lalu, aku terpilih mengikuti program #MenyapaNegeriku dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Indonesia. Aku menjadi salah satu diantara 44 orang terpilih dari 47.523 pendaftar se-Indonesia.

Kurang lebih empat jam perjalanan dari kota Ende, tibalah di tempat yang dinantikan yaitu Dusun Wolobetho. Disambut dengan tarian khas masyarakat Ende yaitu tari Gawi. Daerah yang tidak memiliki listrik dan sangat sulit mendapatkan sinyal telekomuniaksi ini sungguh mengharukan. Miris melihat siswa-siswa yang tidak memakai sepatu, pakaian sekolah yang kotor, rambut kembang keras yang mungkin jarang dicuci ataupun disisir dan gedung sekolah yang kurang layak untuk belajar. Aku lakukan tugasku dengan sepenuh hati. Menginspirasi mereka dengan menceritakan mimpi dan perjuanganku sebagai seorang anak peatni biasa untuk mendapatkan beasiswa ke Amerika Serikat (info: http://news.okezone.com/read/2015/08/15/65/1196750/wujud-mimpi-anak-petani-ke-amerika)

Siswa-Siwi SD Feori Dusun Wolobetho

Tinggal beberapa hari di tempat ini menjadi kepuasan batin tersendiri bagiku. Aku bahagia karena aku masih bisa berbagi dan menginspirasi anak-anak dan warga yang ada di sana supaya memiliki mimpi yang besar untuk meraih cita-citanya. Mereka begitu bahagia ketika aku bercerita tentang semua pengalamanku selama ini.
Menginspirasi Siswa-Siswi SMK N 6 Wolobetho

Setiap harinya hingga tengah malam aku dan teman-teman yang lain masih bercerita dengan masyarakat dan kepala sukunya. Dari setiap perbincangan inilah aku mendapatkan ilmu baru. Mulai dari adat istiadat atau budaya, makanan khas, potensi daerah, dan sistem pendidikan di sana. Aku sadar bahwa aku tidak bisa menginjakkan kaki di Amerika tanpa Indonesia. Aku bukanlah apa-apa tanpa Indonesia. Oleh sebab itu, aku harus melakukan aksi nyata untuk bangsaku. Melihat situasi dan kondisi yang ada di tempat ini, muncullah ide untuk membuat program "Buku Untukmu #Ende". Program ini adalah program pengumpulan buku ini dari orang-orang yang ingin mendonasikan bukunya. Tujuannya adalah untuk membuat sebuah perpustakaan desa (info: http://news.okezone.com/read/2016/04/29/65/1376083/kumpulkan-buku-demi-bangun-minat-baca-di-ende)
Poster Buku Untukmu #Ende

Aku semakin bersyukur dan bahagia lagi ketika aku memiliki kesempatan untuk mengunjungi daerah wisata alam di sana. Ada danau tiga warna yang dikenal dengan danau Kelimutu dan keindahan pantai Enabara Maurole yang belum pernah tersentuh oleh tangan manusia dan memiliki hamparan pasir putih serta air laut yang jernih. Kemudian peninggalan sejarah yang tidak bisa dilupakan oleh bangsa Indonesia yaitu Rumah Pengasingan Bung Karno dan tempat perenungan butir-butir Pancasila oleh Bung Karno tepat di bawah pohon Sukunnya. 

Rumah Pengasingan Bung Karno

Perjalanan ini memberikan pelajaran luar biasa bagiku, diantaranya untuk selalu bersyukur dan mengajarkanku hidup untuk kebaikan orang banyak. Selain itu, aku mengetahui bahwa ada kekayaan Ende yang luar biasa dan tak ternilai harganya. Aku semakin bangga dan jatuh cinta pada Indonesia.

Program Buku Untuk #Ende telah berlangsung sejak akhir Desember 2015 hingga February 2016. Terkumpul lebih dari seribu buku dari para donator yang berasal dari bebagai kota di Indonesia. Setelah itu, saya kembali melakukan kampanye pengumpulan dana untuk pengiriman buku serta pembelian alat-alat untuk perpusatakaan. Pada pertengahan Mei 2016, dana terkumpul dari para donatur dan akhirnya pada awal Juni 2016, Dusun Wolobetho, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur telah memiliki sebuah perpustakaan desa. Aksi kecil harapan besar untuk anak-anak di Ende. Untuk Indonesia yang lebih baik.

Siswa-Siswi di Dusun Wolobetho

Peresmian Perpustakaan Dusun Wolobetho

TAKE ACTION AND MAKE DIFFERENT!

Persiapan Pendaftaran dan Interview Beasiswa LPDP

Akhirnya punya waktu juga untuk menuliskan pengalaman mulai dari persiapan pendaftaran dan interview beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Well, today is my last day for summer class. Yeah, bye summer 2016. I can’t wait for the fall term 2016!

Aku mengetahui adanya beasiswa LPDP sejak akhir tahun 2014. Ketika itu sudah ada beberapa teman yang aku kenal menjadi awardee beasiswa dari pemerintah Indonesia ini. Bangga rasanya bahwa Indonesia sudah mampu menyekolahkan putra-putri terbaiknya ke jenjang yang lebih tinggi baik di dalam maupun luar negeri. So, aku juga tidak mau sia-siakan kesempatan berharga ini.

Aku mulai cari tahu syarat-syarat apa saja yang dibutuhkan. Aku tidak perlu jelaskan apa saja yang syarat-syarat tersebut. Sudah sangat lengkap di websitenya LPDP (http://www.lpdp.kemenkeu.go.id). Ya, inilah hal yang pertama yang aku lakukan sebelum melangkah ke tahap berikutnya.

Setelah mengetahui apa saja yang diperlukan, aku temukan beberapa hal yang belum aku punya. Diantaranya adalah nilai TOEFL/IELST/iBT, jurusan dan kampus tujuan. Untuk syarat-syarat lainnya menurutku sudah bisa aku amankan. Sejak itu, aku mulai bertanya pada diriku jurusan apa yang terbaik untuk masa depanku dan pastinya sesuai dengan passionku. Cari tahu dan gali tentang jurusan tersebut dan akhirnya aku temukan apa yang hendak aku ambil. Setelah itu, baru aku cari kampus terbaik yang benar-benar menyediakan jurusan dan ilmu yang ingin aku pelajari.

Sembari mencari jurusan dan kampus tadi, aku juga perlahan-lahan menyelesaikan form LPDP secara online, termasuk beberapa essainya. Pelajari lagi jurusan dan kampus yang ingin aku ambil dan aku mulai membuat essai terakhir yaitu rencana studi. Personally speaking, tidak terlalu sulit bagiku untuk menuliskan essai rencana studi ini karena aku sudah mencari tahu sebelumnya tentang apa yang ingin aku capai di studyku nantinya. Form selesai!

Aku mulai focus ke score TOEFL/IELTS/iBT. To be honest, aku belum paham sedikitpun tentang apa itu IELST dan iBT. Kalau TOEFL sudah sangat familiar bagiku. Aku coba ambil test TOEFL untuk pemanasan yang berharap bisa tembus 550, tetapi tidak mencapainya. HAHA. But, aku tidak menyerah sampai disitu saja. Aku coba cari tahu dari orang-orang yang udah lolos beasiswa ini, baik yang sudah berangkat ataupun yang masih ada di Indonesia saat itu. Dari hasil diskusi dan berbincang-bincang dengan mereka, akhirnya aku temukan jawaban bahwa lebih baik mengambil IELTS/iBT langsung supaya bisa daftar sekaligus, baik ke LPDP maupun ke kampusnya. Tapi, butuh persiapan yang matang karena biaya testnya mahal. Iya, MAHAL!

Diantara IELTS dan iBT, aku lebih memilih IELTS. Belajar IELTS, awalnya kaget karena tidak bisa mengikutinya. Maklum, English yang sangat minim dan pas-pasan. Aku tidak menyerah begitu saja. Latihan dan latihan adalah kuncinya. Rasa malas selalu datang menghampiri. Kadang latihan serius dan kadang tidak. Begitulah awal-awalnya hingga pada satu titik aku merasa kalau aku sudah banyak melewatkan kesempatan-kesempatan untuk mendaftar LPDP. Aku test IELTS dan selalu gagal. Yah, wajar sih karena emang belum mampu. Doa udah merasa kuat tapi usaha masih kembang kempis. LOL

Setahun sudah berjalan, tepat bulan Desember 2015 (tepat banget setahun mulai persiapan akhir 2014). Aku benar-benar berdoa dan berusaha semampuku. Aku test IELTS untuk yang keempat kalinya. FINALLY, I MADE IT! THANK GOD! Menurutku, Tuhan melihat usaha dan perjuanganku selama ini. Tuhan kasih jalan untukku. LOLOS IELTS!!! Hehe. Jadi, kalian yang yang udah coba beberapa kali belum lolos, coba terus yaa. Jangan sampe patah semangat. Usaha dan doa (Ora et Labora). Itu bener banget!!! Apalagi bagi orang seperti aku yang tidak memiliki background English yang baik. Harus..kudu..semangat dan sadar diri akan kemampuan yang dimiliki.

Januari 2016, aku apply LPDP. Lolos administrative dan melangkah ke tahap interview. WOW! Bahagianya luar biasa walaupun masih lolos administrative. Iya dong, bayangin aja udah dari akhir 2014, lolos administratifnya baru awal tahun 2016. Sabar dalam berjuang untuk mecapai cita-cita. Asikk...

Dag—Dig—Dug—mulai menghampiri hati ini. Kenapa ga dag dig dug, background pendidikan aku ga sesuai dengan apa yang aku ambil untuk program master nanti. Aku lulus dari Jurusan Fisika Universitas Sriwijaya dan akan pindah ke jurusan social. Iya, aku ambil jurusan social untuk masterku.

Seperti halnya mengenai toefl, aku mulai mencari tahu info-info dari penerima beasiswa LPDP. Setiap bertemu siapapun itu pasti aku tanya. Kenal atau tidak itu masalah nanti. At least dapat info. Dari bertemu secara langsung dan melalui sosial media, aku mendapatkan banyak informasi mengenai interview untuk LPDP. Aku tidak mau ketinggalan info, aku juga langsung datang ke CSO LPDP kalau aku punya waktu luang. Bertanya, bertanya, dan bertanya. Persiapan, persiapan, persiapan. Seperti kata pepatah “Persiapan yang baik adalah kunci keberhasilan, tanpa persiapan yang ada hanya kegagalan”. I couldn’t agree more!

Dari banyak info yang aku dengar dan baca mengenai interview LPDP, ada beberapa hal yang sangat kena dan pas banget denganku; be yourself, jujur dan apa adanya (jangan fake), serta banyak doa. Iya, dari semuanya itu menurutku ketiga hal inilah yang menjadi kuncinya. Tidak perlu menjadi orang lain, tidak perlu berpura-pura dan jangan pernah melupakan kuasa Tuhan. Karena mau bagaimanapun, Tuhan lah Yang Maha Segalanya.

Beberapa hari sebelum interview, aku belum sangat yakin dengan apa yang aku miliki. Aku terus berdoa dan meminta petunjuk dariNya. Pada waktu itu, aku dapat masukan lagi dari seorang teman yang juga akan melakukan interview. Dia menyarankan aku untuk lebih focus lagi ke jurusan dan kampus. Kenapa ingin ke sana, apa yang ingin digali dan dipelajari di sana, dan kenapa jurusan dan kampus itu serta apa manfaatnya untuk Indonesia. Ketika itu, aku merasa kalau aku sudah persiapan dengan baik. Tapi, ketika latihan jawabanku itu masih biasa aja. Wahh, aku mencoba lagi mencari tahu dan pelajari supaya aku tidak sama dengan kebanyakan orang.

In the end, aku putuskan untuk langsung datang dan bertanya ke kemeneterian yang sesuai dengan rencana studi aku. Aku tidak kenal siapapun di kementerian itu. Tetapi, niatku baik dan ingin bertanya langsung mengenai apa yang dibutuhkan oleh Indonesia saat ini. Aku ingin menjadi salah satu orang yang semoga bisa menyelesaikan tantangan tersebut. THANK GOD, aku bertemu dengan orang-orang yang sangat mendukungku. Mereka kasih banyak masukan dan jelaskan dengan sabar kepadaku. Inilah salah satu modal terbesarku ke interview session.

Interviewku berlangsung dengan tengang pada awalnya karena memang sudah mendengar kabar dari teman-teman di group bahwa mereka habis dibantai. Akupun pasrah dan berserah. Oh ya, mulai tahun 2016 ada peraturan baru dari LPDP bahwa yang mengambil master ataupun doktor ke luar negeri untuk semua sesi baik itu Leaderless Group Discussion (LGD), Essay on the Spot dan interview menggunakan English. Mental harus benar-benar siap bro! Namanya juga mau ke luar negeri kan. HEHE

Tanpa basa basi aku langsung disambut dengan enam atau tujuh pertanyaan sekaligus. Aku sudah lupa apa saja pertanyaan itu. Kalau dipikir-pikir, untuk menghafal pertanyaannya saja sudah lelah, apalagi menjawabnya. Wkwk. However, aku bisa jawab dengan sedikit tengang dan bicara agak cepat karena takut lupa pertanyaan dan jawabannya. Wahh, gatau deh mau bilang apa. Salah satu interviewernya bilang ke aku, “Tenanng.. jangan terlalu terburu-buru dan cepat berbicaranya. Kita masih banyak waktu”. Ketika itu dengan spontan aku menjawab, takut lupa jawaban dan pertanyaannya Pak. Apalagi banyak yang ingin saya sampaikan. Ruangan itu dingin sekali, aku sangat haus dan bibirku benar-benar kering karena non-stop menjawab banyak pertayaan tadi. Aku JUJUR, kemudian aku izin untuk minum karena memang waktu itu aku bawa air minum. Dipersilahkan, lalu mereka tertawa.  Asikk..mulai nih keluar ASLINYA AKU (BE YOURSELF) yang tidak bisa dipungkiri kalau aku bisa dekat dengan orang dalam waktu singkat. HAHA (sok banget wkwk). Ketika itu juga suasana interview kami sudah tidak tegang sama sekali. AMAN pokoknya!

Waktu interviewku lumayan banyak habis dengan isu jurusanku. Aku bisa dengan tenang menjawab karena memang aku sudah memiliki pengalaman organisasi dan kerja di bidang social sejak aku di bangku perkuliahan. Sudah melakukan aksi nyata dengan kegiatan-kegiatan sosial yang aku lakukan. Banyak lagi deh pokoknya yang aku jelaskan. Intinya, kita harus mampu menjelaskan dan meyakinkan mereka bahwa jurusan dan kampus yang kita tuju memang sangat tepat untuk kita. Menggali dan mendapat ilmu tersebut dan kembali ke Indonesia untuk mengimplementasikannya. Jangan ragu, tunjukkan kalau kita layak untuk itu!

Semua berjalan baik dan aku dapat tiga pesan dari mereka. Dari pesan mereka itu, aku merasa sangat senang dan dalam hati berkata kalau aku akan lolos tahap ini. Tapi aku tidak mau seuzon. Aku bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas kelancaran semua sesi. Aku tetap BERDOA dan meminta kepadaNya. Oh iya, satu lagi ni. Jangan lupa minta doa restu kepada orangtua kalian. Menurutku, doa mereka sangat berpengaruh dan sangat membantu.

Tepat tanggal 10 Maret 2016, aku mendapat email dari LPDP kalau aku dinyatakan LOLOS beasiswa Master Luar Negeri. Iya, senangnya bukan main!!!! THANK GOD!!! Terima kasih buat kesempatan yang luar biasa ini. Ini semua berkat doa dan dukungan kedua orangtuaku tercinta, saudara-saudaraku, teman-temanku, awardee dan CSO LPDP, serta orang-orang yang mendukung aku dalam segi apapun itu yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu. Tanpa kalian, aku tidak bisa mendapatkan ini semua. THANK YOU!

Now, I am studying at Columbia University, U.S.A. Yay! One of Ivy League Universities in the US. Aku mengambil jurusan Social Work di sini. Jauh banget kan dari jurusan Fisika. Hehe. Semoga ada waktu untuk nulis cerita bagaimana sampai keterima dan kuliah di sini ya. Yang pastinya, terima kasih LPDP untuk kesempatan yang diberikan. Aku bisa kuliah di kampus yang luar biasa ini.



Semoga bermanfaat and GOOD LUCK!!! :)