Tuesday, 3 November 2015

Beasiswa ke Amerika Serikat

Semua berawal dari mimpi dan kerja keras. Aku berasal dari keluarga yang sederhana, kedua orangtuaku adalah petani tetapi aku punya mimpi yang besar untuk bisa belajar dan menginjakkan kaki di negeri Paman Sam melalui program beasiswa. Pada tahun 2009, aku lulus di jurusan Fisika Universitas Sriwijaya melalui jalur SNMPTN yang sekarang ini disebut dengan SBMPTN. Pada awalnya orangtuaku tidak memiliki dana untuk memberangkatkanku ke kota yang terkenal dengan mpek-mpek tersebut. Tetapi, karena keinginanku untuk sekolah, akhirnya orangtuaku meminjam uang dari sahabat dekatku.

Singkat cerita, aku mengawali perkuliahanku dengan dana yang sangat minim sehingga aku harus mencari pekerjaan tambahan. Karena masih semester 1 dan belum mengenal situasi di sana, aku hanya bisa mendaftar beasiswa kampus. Karena nilaiku yang bagus sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), aku yakin pasti bisa mendapatkan beasiswa. Rasa optimis itu pun dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Aku mendapatkan beasiswa tersebut hingga aku lulus menjadi seorang sarjana (selama 8 semester).

Tetapi, beasiswa dari kampus itu tidaklah begitu besar sehingga aku harus mencari dan berusaha untuk mendapat uang tambahan sebagai biaya hidup sehari-hari. Hingga pada semester 3, aku memberanikan diri untuk melamar di salah satu bimbingan belajar di Palembang. Aku diterima dan langsung diberikan kepercayaan untuk mengajar anak Sekolah Dasar (SD). Seiring berjalannya waktu, aku dipercayakan juga untuk mengajar di kelas Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Jadwal kuliahku di semester 4 tidak sesuai lagi dengan jadwal mengajar. Akhirnya aku putuskan untuk berhenti dan aktif di organisasi kampus dan menjadi asisten dosen.

Ketika aku mengajar di bimbingan belajar tersebut, aku memiliki teman dekat yang sudah aku anggap sebagai saudara sendiri. Aku dikenalkan dengan temannya yang sudah pernah mendapat beasiswa belajar di Amerika Serikat. Aku merasa bahwa mimpiku itu sudah dekat. Aku dibimbing dan disarankan untuk mendaftar. Tetapi, aku tidak lulus karena nilai bahasa Inggrisku masih belum cukup. Tuhan menyuruh aku untuk belajar lebih keras lagi.

Kegagalan itu membuat aku tertantang dan berfikir bahwa untuk mendapatkan beasiswa ke Amerika itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Aku berusaha dan mulai memperbaiki kekurangan yang ada. Aku belajar bahasa Inggris diwaktu luangku walaupun tidak begitu banyak perkembangan tetapi aku terus berusaha. Aku aktif di organisasi dan mengikuti kegiatan kepemudaan dan kegiatan sosial. Hal ini membawaku menjadi perwakilan kampus di beberapa kegiatan diantaranya adalah menjadi perwakilan kampus ke acara Indonesian Young Change Maker Summit 2012 di Bandung dan menjadi ketua delegasi dalam acara International Youth Program 2012 di Malaysia. Ini adalah pertama kalinya aku menginjakkan kaki di luar negeri. Aku bangga menjadi perwakilan universitas dan Indonesia serta mendapat dukungan penuh dari pihak kampus.

Mimpiku untuk bisa belajar di Amerika tetap ada dan semakin membara ketika mendengar bahwa ada teman lain yang juga mendapatkan beasiswa belajar singkat di Amerika dengan program yang berbeda dengan yang pernah aku dengar sebelumnya. Aku bertanya dan berdiskusi dengan mereka dan mencoba mendaftar beasiswa tersebut. Sambil mempersiapkan berkas, aku mengikuti ajang pemilihan Duta Bahasa Provinsi Sumatera Selatan 2012. Walaupun aku dari jurusan Fisika, aku berhasil mengalahkan peserta lain dan dinobatkan sebagai Wakil Duta Bahasa Provinsi Sumatera Selatan 2012. Tidak lama setelah itu, aku juga mendapat kabar gembira bahwa aku akan menjadi delegasi kampus dalam acara nasional yang bernama Forum Indonesia Muda. Pada saat itu, aku juga menyingkirkan ribuan pendaftar dari seluruh Indonesia. Di akhir tahun 2012, aku mendengar kabar bahwa aku tidak lolos beasiswa ke Amerika. Wah, rasa sakit itu datang lagi untuk kedua kalinya. Tetapi aku tidak mau terlalu larut. Aku kembali koreksi kekuranganku dan berusaha memperbaikinya.

Pada awal 2013, aku memiliki beberapa mimpi besar selain bisa mendapatkan beasiswa ke Amerika. Aku punya mimpi kalau aku harus bisa lulus tahun 2013 dan sebelum lulus aku harus melakukan sesuatu untuk kampus dan lingkunganku. Dimulai dengan prestasi mewakili Indonesia di ASEAN Conference 2013 kemudian karena nilai akademik yang baik, memiliki prestasi, aktif dalam kegiatan sosial dan kepemudaan, serta aktif dalam organisasi dalam maupun luar kampus, maka pada tahun 2013 aku mendapat penghargaan dari dekan sebagai Mahasiswa Berprestasi Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya. Kemudian aku membuat beberapa kegiatan sosial yang memiliki manfaat yang besar kepada pemuda dan masyarakat luas seperti Global Peace Volunteer Camp Asia-Pacific Regional Camp, The Power of Rupiah Universitas Sriwijaya, Sahur on the Road, dan Save Musi. Kegiatan ini aku lakukan supaya para pemuda dan masyarakat umum bisa saling membantu dan peduli terhadap sesama. Sebelum sidang skripsi, aku juga memiliki kesempatan menjadi perwakilan Indonesia di Asian Youth Exchange 2013. Program ini menjadi program terakhir yang aku ikuti selama berstatus menjadi seorang mahasiswa.  

5 hari setelah wisuda tepatnya pada tanggal 16 Oktober 2013 aku langsung bekerja di salah satu International NGO di Jakarta. Banyak ilmu dan pengalaman yang aku dapatkan ketika bekerja di organisasi nirlaba ini. Aku dipercaya menjadi program coordinator pada bidang kepemudaan dan pemberdayaan masyarakat.  Pada tahun 2013 dan 2014, aku coba mendaftar kegiatan kepemudaan lagi di Amerika dan masih saja belum beruntung alias gagal. Rasanya ingin saja berhenti bermimpi untuk bisa mendapat beasiswa ke sana. Tapi, hati kecilku berkata lain. Kalau kamu menyerah sekarang, maka akan sia-sialah perjuanganmu selama ini. Itulah sebuah kalimat yang ada di hati kecil ini. Hingga akhirnya aku bangkit kembali. Semangat dan berusahalah meraih mimpi-mimpi itu!

Tetapi selalu saja ada pengganti dari setiap ketidaklulusanku dari program Amerika tersebut. Mungkin inilah hadiah bagi orang yang mau berjuang dan tidak patah semangat untuk meraih mimpinya. Beberapa contohnya adalah sebelum mengakhiri tahun 2013, aku mendapat kesempatan kembali menjadi salah satu delegasi dari Indonesia untuk megikuti Global Peace Convention 2013 di Kuala Lumpur. Di pertengahan tahun 2014, aku juga menjadi salah satu perwakilan Indonesia dalam acara Asia-Pacific Youth Training on Civic Participation dan Global Media Forum 2014 di Bali. Jadi, ada saja yang diberikan Tuhan bagi orang yang mau berjuang dan berusaha.

Di awal tahun 2015, mimpi untuk bisa mendapatkan beasiswa ke Amerika masih tetap melekat di hati. Aku berusaha mencari info dan berjuang untuk tetap konsisten dengan mimpiku itu. Setiap rencana dan segala sesuatu yang aku ikuti selalu aku beritahukan kepada orangtua dan meminta doa dari mereka. Doa dan dukungan dari orangtuaku yang selalu menguatkan aku. Aku mendaftar lagi sebuah program beasiswa ke Amerika dan gagal lagi. Kegagalan kali ini rasanya membuat aku setengah mati. Aku merasa bahwa aku ini orang yang tidak layak menginjakkan kaki di Amerika. Aku galau dan sangat terpukul. Aku merasa bahwa aku sudah sangat-sangat maksimal tetapi masih saja gagal. Aku sudah tidak tau mau berbuat apa. Seperti tahun sebelumnya, Tuhan selalu memberikan sebuah pengganti. Bulan Februari 2015, aku menjadi salah satu dari 10 pemimpin muda Indonesia untuk mengikuti pelatihan tentang perdamaian di Filipina. Nama programnya adalah YSEALI United for Peace 2015. Aku terpilih karena aku aktif dalam organisasi kepemudaan yang mempromosikan toleransi dan perdamaian melalui dialog antar  iman dan budaya.

Tidak lama kemudian, aku tersadar bahwa setiap manusia itu memiliki rezeki yang berbeda-beda. Ada yang sekali coba saja sudah lolos dan ada orang sampai beberapa kali mencoba dulu baru lolos. Diumpamakan seperti isi air di dalam botol. Setiap orang memiliki isi air yang berbeda-beda. Bagi yang memiliki isi air yang sudah banyak dan hampir penuh, berarti dia hanya butuh usaha sedikit saja untuk membuatnya penuh. Sedangkan yang masih memiliki isi air sedikit, berarti membutuhkan usaha dan kerja keras yang luar biasa untuk membuatnya penuh. Begitulah hidup ini menurutku.

Semangatku kembali membara dan aku mencoba berdiskusi dengan orang-orang hebat di sekitarku. Aku meminta saran dan masukan dari mereka dan akhirnya aku putuskan untuk mendaftar lagi ke program beasiswa short course dari pemerintah Amerika ini. Akhirnya, penantian panjang dan perjuangan yang luar biasa selama ini membuahkan hasil. Tepat pada tanggal 20 Juli 2015, aku mendapatkan kabar sukacita yang luar biasa dari staff kedutaan Amerika di Jakarta  bahwa aku lolos menjadi salah satu perwakilan Indonesia yang mendapatkan beasiswa penuh untuk mengikuti program short course di Amerika. Nama programnya adalah Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) on Civic Engagement. Ini adalah program berkelanjutan dari Presiden Barack Obama yang diluncurkan pada tahun 2013 lalu untuk para pemimpin muda di negara ASEAN. Aku sangat bahagia dan rasanya terbayar sudah perjuangan selama ini. Penantian dan perjuangan selama kurang lebih 4 tahun ini terbayar sudah. Benar kata pepatah bahwa tidak ada hasil yang menghianati usaha. Yang sangat membuat aku bahagia lagi adalah bahwa tanggal 25 Juli adalah hari kelahiranku dan beasiswa ini adalah hadiah terindah dari Tuhan untukku.

Akhirnya aku bisa belajar selama 5 minggu di Amerika. Program tersebut telah terlaksana sejak tanggal 26 September hingga 31 Oktober 2015 di University of Nebraska Omaha, USA dan beberapa tempat lain seperti Scottbluffs, South Dakota, Porland dan penutupan atau akhir dari program ini dilaksanakan di Washington DC, USA. Terima kasih Tuhan buat kesempatan yang luar biasa ini!‼


Bagi para pemuda Indonesia yang memiliki mimpi untuk mendapatkan sesuatu, jangan pernah menyerah untuk meraih mimpi tersebut. Karena setiap orang memiliki kapasitas dan rezeki yang berbeda-beda. Tetap konsisten dan berjuang terus untuk memperbaiki diri dan belajar dari setiap kegagalan serta doakan usaha dan mimpimu itu.  Jikalau saja aku menyerah awal tahun 2015 ini maka aku tidak akan mendapat beasiswa ini. Bayangkan saja kalau kegagalan yang sekarang ini adalah kegagalan terakhir kita sehingga kita selalu bersemangat untuk tetap berusaha. Bayangkan jugalah bahwa tinggal selangkah lagi untuk meraih mimpi itu. Jadi selalu termotivasi untuk tetap memelihara mimpi yang ada dan berusaha untuk meraihnya. Bermimpi, berjuang, dan berdoa. Semoga cerita ini bisa menginspirasi dan bermanfaat bagi yang membaca!

Saturday, 1 August 2015

Prestasi BNI di Hatiku

PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk atau BNI didirikan pada tanggal 5 Juli 1946. Hampir seluruh masyarakat Indonesia dari kalangan kecil, menengah hingga kalangan atas bahkan banyak negara luar yang sudah mengenal bank dengan visi Bridging Indonesia and the World ini. BNI merupakan salah satu bank terbaik di Indonesia yang telah memperoleh banyak prestasi hingga ke manca negara. Salah satu prestasi terbaik yang pertama kali diraih oleh BNI adalah menjadi bank yang memiliki Divisi Internasional terbaik di Asia Tenggara pada tahun 2014 lalu. Jadi, untuk penghargaan dan prestasi, BNI tidak diragukan lagi. Bahkan pada pertengahan November 2014 lalu, Contact Center BNI atau yang dikenal dengan BNI Call 500046 mencetak prestasi dalam ajang Contact Center World tingkat dunia di Las Vegas, Amerika Serikat. BNI meraih dua medali emas, satu medali perak, dan satu medali perunggu dalam kompetisi yang digelar Contact Center World dan diikuti oleh peserta perusahaan dan individu dari Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika.

Begitu banyak prestasi dan penghargaan yang diperoleh oleh BNI dalam tingkat nasional maupun internasional, tetapi BNI memiliki prestasi khusus dan tempat tersendiri di hatiku. Banyak kebaikan para pegawai BNI dan kemudahan yang aku terima secara langsung sejak menjadi nasabah BNI. Salah satu contohnya adalah ketika aku mendapatkan beasiswa dari pemerintah Indonesia karena bantuan dari BNI. Pada saat itu tepatnya tahun 2009, aku berstatus sebagai salah satu mahasiswa baru di Universitas Sriwijaya kampus Indralaya. Aku ingin mendaftar beasiswa karena aku memiliki prestasi yang baik sejak aku duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) dan salah satu syaratnya adalah harus memiliki nomor rekening bank atas nama kita sendiri. Waktu pendaftaran beasiswa pun tinggal beberapa hari dan aku belum memiliki nomor rekening sendiri. Aku bertanya kepada kakak tingkat dan mereka memberi saran untuk membuat rekening di BNI. Akhirnya aku datang dan bertanya langsung ke kantor BNI yang berada di dekat kampus. Petugas BNI memberikan penjelasan yang sangat baik dan mudah dimengerti sehingga dengan mudah aku mengurus seluruh persyaratan yang diberikan. Sehari sebelum penutupan pendaftaran beasiswa, aku telah memiliki nomor rekening BNI dan aku bisa mendaftar beasiswa tersebut. Dengan bantuan dari BNI ini, akhirnya aku mendapatkan beasiswa hingga lulus pada tahun 2013 lalu. Tanpa BNI mungkin aku tidak bisa mendapatkan beasiswa selama kuliah dan mungkin aku tidak bisa menjadi seorang sarjana seperti saat ini.
Buku Tabungan dan ATM BNIku Saat Ini


Pada tahun 2011, kampusku Universitas Sriwijaya (UNSRI) Indralaya mendapatkan bantuan 100 unit sepeda dari BNI wilayah Palembang. Kampusku menjadi pilihan dari pihak BNI karena luasnya mencapai 712 hektare sehingga sangat tepat untuk dijadikan sebagai program go green. Tujuan dari BNI adalah untuk menjadikan kawasan kampus Unsri Indralaya bebas polusi udara dan menjadi contoh bagi kampus-kampus lain di Sumatera Selatan dan kampus lainnya di Indonesia. 

100 Unit Sepeda dari BNI Wilayah Palembang untuk Universitas Sriwijaya

Bantuan sepeda ini sangat aku rasakan manfaatnya. Salah satu hal yang aku rasakan adalah ketika ingin melakukan diskusi dengan teman ke fakultas lain. Di kampus Unsri Indralaya, jarak antara fakultas yang satu dengan yang lain lumayan jauh sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama jika berjalan kaki. Kalau ingin cepat bisa menggunakan angkutan umum yang ada di kampus tetapi harus mengelurakan biaya lagi. Bagi aku yang tidak memiliki uang lebih, akan sangat memilih untuk berjalan kaki walaupun lumayan jauh. Tetapi, dengan adanya bantuan sepeda dari BNI sangat membantu sekali untukku. Aku senang dan bangga dengan program dari BNI ini. Aku bisa dengan cepat untuk berkunjung dan berdiskusi dengan teman ke fakultas lain. Selain menghemat waktu dan tenaga juga menghemat uang. Tidak hanya itu saja, sebagian teman-teman yang lain akhirnya meninggalkan kendaraannya di rumah atau di kontrakan sehingga tujuan dari BNI juga tercapai bahwa dengan menggunakan bantuan sepeda yang diberikan maka mengurangi polusi udara di kampus.

Setelah resmi mendapatkan gelar sarjana dan diwisuda pada Oktober 2013 lalu, aku tinggal dan bekerja di Jakarta hingga saat ini. Tepat pada bulan Oktober 2014, buku tabungan BNI yang kupunya hilang dan aku tidak menyadari bahwa ATM yang aku punya juga sudah masa berlakunya sehingga tidak bisa mengambil uang. Aku tidak terlalu khwatir karena mengingat pengalaman baikku mengenai pelayanan di Bank BNI. Dengan tanpa beban, aku melangkahkan kaki ke kantor cabang BNI terdekat tepatnya di Jalan Proklamasi Jakarta Pusat untuk mencari solusinya. Kepuasan pelayanan kembali aku dapatkan seperti yang pernah kualami pada tahun 2009 lalu. Semua informasi yang diberikan sangat jelas dan mudah dimengerti ditambah lagi dengan keramahan para petugas yang melayani sehingga membuat hati terasa tenang. Pada saat itu juga aku bisa menyelesaikan permasalahan tersebut dan kemudian memutuskan untuk membuka rekening baru di cabang BNI Proklamasi Jakarta Pusat supaya lebih mudah jika terjadi sesuatu hal dikemudian hari. Hingga saat ini aku masih setia menjadi nasabah BNI karena aku sudah jatuh hati dan merasakan kemudahan serta kebaikan dari pihak BNI. Ini merupakan prestasi terbaik BNI yang selalu tersimpan di hatiku hingga saat ini. Terima kasih BNI!

Tuesday, 10 March 2015

YSEALI United for Peace 2015


A group of 10 representatives of young people from Indonesia, the Philippines and Thailand got together at a forum to examine religious and cultural conflicts in Southeast Asia and to develop strategies to address violence that polarizes communities. 

The event, called the Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) United for Peace, was organized by the Public Affairs Section of the US Embassy in Manila, in partnership with the Focolare Movement from Feb. 18 to 22, in Tagatay City, Philippines. 

Christina M. Bonifacio, one of the speakers at the event, called on the participants in the event to become peace builders soon after they returned to their respective countries. “To be a peace builder is a calling. 

“Something that does not let you rest until you perform it. Our challenge, therefore, is to nurture unity. It takes patience. It takes cultivating a culture of trust beginning with ourselves then with others,” she said.

Another speaker, Jeronimo L. Perez stressed the importance of dialogue in trying to resolve differences in society. “Dialogue is an exchange that starts with openness, enabled by trust and constantly nourished by a shared desire to know each other,” he said, adding the principles of shared humanity: “We are more similar than different and our differences create the necessary condition for mutual enrichment.”

Serafin A. Arviola, who was speaking about the need to “understand existing peace and conflict paradigms” stressed the importance of peace builders comprehending facts in conflicts, which include stages of conflict, timelines and conflict maps before they get involved in solving the problems.

This forum is designed to equip participants with skills to develop projects or campaigns to address conflict, while building their network of peace advocates in Southeast Asia. 

Participants shared best practices and looked for solutions to cultural and ethnic conflicts in their countries and regions, and creating one project they will implement in their respective countries. 


See more at:
http://m.thejakartapost.com/news/2015/03/09/citizen-journalism-learning-be-tolerant.html#sthash.IHaAXNMv.dpuf

http://jakarta.usembassy.gov/alumni-robinson.html

Thursday, 26 February 2015

YSEALI TELAH MEMBAWAKU KE FILIPINA

Salah satu negara ASEAN yang sangat ingin aku kunjungi sejak tahun 2012 adalah Filipina. Ketika itu aku masih semester 5 jurusan Fisika di Universitas Sriwijaya. Aku juga tidak tahu entah apa yang membuatku ingin sekali berkunjung ke negara ini.

Ketika itu aku mencoba mencari kegiatan mahasiswa atau pemuda di sana yang berhubungan dengan jurusanku. Ternyata yang aku temukan adalah forum kepemudaan yang membahas tentang dialog dan volunteerism. Naman kegiatnnya adalah the 1st Inter-civilization Dialogue on Youth Volunteerism. Oke, aku putuskan untuk mendaftar dan aku lolos. Wahh…rasanya itu bahagia banget‼

Aku mulai memperhitungkan budget untuk berangkat ke sana karena kegiatan tersebut tidak menanggung tiket penerbangan. Pada waktu itu aku berjuang mencari dana dengan mangajukan proposal ke beberapa tempat, termasuk ke kampus. Sayangnya aku tidak mendapatkan dana yang cukup untuk berangkat ke sana. Alhasil, aku belum bisa meraih mimpiku untuk berkunjung ke Filipina.

Setelah itu, aku tidak berhenti untuk tetap mengikuti kegiatan kepemudaan yang berskala nasional maupun internasional. Dalam beberapa kali kegiatan internasional, aku sering bertemu dengan pemuda dari Filipina dan selalu ada doa di dalam hatiku untuk bisa berkunjung ke sana.
Singkat cerita, awal tahun 2015 aku mendapat undangan untuk menjadi salah satu perwakilan Indonesia dari kedutaan besar Amerika Serikat di Manila, Filipina. Aku speechless dan sangat bersyukur sekali mendapatkan kesempatan ini. Apalagi semua biaya ditanggung panitia. Aku tidak lagi susah payah mencari sponsor seperti dulu. Nama kegiatannya adalah YSEALI (Young Southeast Asian Leaders Initiative) United for Peace 2015.


Kegiatan ini ada kesamaanya dengan kegiatan yang tidak bisa aku hadiri pada tahun 2012 lalu, yaitu mengenai pemuda dan dialog. Wahhh..kok bisa ya??

Aku merenung sejenak….

Oh iya, aku sudah telibat dengan organisasi kepemudaan yang mempromosikan toleransi melalui dialog yaitu Youth Interfaith Community dan CINTA (Community for Interfaith and Intercultural Dialogue) Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini. Aku konsisten dengan apa yang aku lakukan dan tidak pernah patah semangat untuk terus mencoba meraih mimpi-mimpiku. Aku yakin, inilah salah satu hasil dari usaha yang aku lakukan selama ini. Karena aku percaya bahwa tidak ada hasil yang menghianati usaha.

Tahun 2012 lalu, aku berjuang keras untuk bisa berangkat ke Filipina tetapi gagal dan tahun 2015 ini aku terpilih menjadi salah satu perwakilan Indonesia tanpa memikirkan biaya apapun. Aku pun tak tau apa alasan pastinya. Yang aku tahu bahwa TUHAN ITU BAIK dan selalu memberikan jawaban dari doa kita diwaktu yang tepat.

2012-2015 (sekitar 3 tahun) merupakan waktu yang tidak singkat. THANK GOD‼ Engkau menjawab salah satu mimpiku‼ Sekitar 3 tahun baru Tuhan mejawab doaku ini. Jadi, harus tetap sabar dan tetap berpegang teguh padaNYA :)))

Aku mendapat banyak ilmu dan pengalaman selama di sana. Semoga ilmu dan pengalaman tersebut bisa aku bagikan dengan orang-orang di sekitarku. AMIN!

Thanks to my beloved team from Youth Interfaith Community and CINTA Indonesia for supporting me. Thanks to the US Embassy Jakarta and the US Embassy Manila for giving me this opportunity.


YSEALI TOOK ME TO THE PHILIPPINES!‼



Monday, 26 January 2015

YSEALI Professional Fellows

What is it?
Starting in spring 2015, over the course of a year, 250 YSEALI Professionals will have five-week placements in U.S. non-profit organizations and state and local government offices. YSEALI Professional Fellows will work directly with their American counterparts to enhance their practical expertise, leadership skills, and professional contacts to address challenges and create new opportunities their home countries and communities. YSEALI Professional Fellows will work in the fields of:
  • Civic engagement
  • NGO management
  • Economic empowerment
  • Governance
  • Legislative process
  • Environmental and natural resources management

The program will conclude in Washington to allow for engagement with policymakers and networking among YSEALI Professional Fellows from across ASEAN. A select group of Americans who worked with the YSEALI Professional Fellows will then travel overseas to further strengthen relationships, continue to collaborate on issue-based projects, and mentor other YSEALI members.

Who is eligible to apply?
Young professionals from all 10 ASEAN countries who are leading change and innovation in civil society, the public sector, or the private sector. Interested YSEALI members should visit here to apply.

What are the eligibility requirements?
Applicants must be:
  • Between the ages of 25-35 at the time of the application, although exceptional applicants younger than 25 will be considered if they meet all other eligibility requirements;
  • A citizen of one of the following countries: Brunei, Burma, Cambodia, Indonesia, Laos, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, and Vietnam;
  • A resident of one of the following countries: Brunei, Burma, Cambodia, Indonesia, Laos, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, and Vietnam;
  • Currently employed and with at least two years of professional experience at the time of application;
  • Proficient in spoken and written English at the time of application;
  • Eligible to receive a United States J-1 visa.
  • What are the selection criteria?
  • Demonstrate a strong track record of leadership or positive impact in their community or workplace;
  • Demonstrate knowledge, or professional experience in one of the YSEALI themes: civic engagement, environment and natural resources management, or entrepreneurship and economic development;
  • Demonstrate a commitment or interest to community service, volunteerism, or mentorship;
  • Indicate a serious interest in learning about the United States and ASEAN as a region;
  • Be willing to actively participate in a professional work environment to develop professional capacities and leadership skills;
  • Have a commitment to return to their home country to apply leadership skills and training to benefit their community, country, or the ASEAN region; and
  • Preferably have little or no prior work, study, or travel experience in the United States.
What is the application process timeline?
Now through December 8, 2015: Visit http://exchanges.state.gov/non-us/program/yseali-professional-fellows-program to apply for the Spring 2015 YSEALI Professional Fellows Program.

Starting in January 2015: Semi-finalists Interviews Begin
Mid to late February 2015: Finalists Selection
May 2015: U.S. Exchange Program Begins

How do I apply?
Visit http://exchanges.state.gov/non-us/program/yseali-professional-fellows-program to apply.

Saturday, 24 January 2015

YSEALI Academic Fellows

What is it?
Starting in summer 2015, over the course of a year, 250 YSEALI Academic Fellows will take part in academic institutes in one of three core YSEALI themes:
  • Civic engagement
  • Environment and natural resources management
  • Entrepreneurship and economic development

These five week institutes, held on the campus of a U.S. university or college, will include an academic residency, leadership development, an educational study tour, local community service activities, and opportunities to engage with American peers. The program will conclude in Washington, D.C., to allow for engagement with policymakers, governmental representatives, businesses, and think tanks.

Who is eligible to apply?
Young leaders from all 10 ASEAN countries who members that are current undergraduate or graduate students or recently graduated. Participants are selected by their local embassy based on their background, experience, leadership record, and commitment to service. For country specific application and recruitment information click here.

What are the eligibility requirements?
Applicants must be:
  • Between the ages of 18 and 25 at the time of application, although exceptional applicants over 25 can be considered if they meet all other eligibility requirements;
  • A citizen of one of the following countries: Brunei, Burma, Cambodia, Indonesia, Laos, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, and Vietnam;
  • A resident of one of the following countries: Brunei, Burma, Cambodia, Indonesia, Laos, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, and Vietnam;
  • A full-time undergraduate or graduate student; recent graduate of college, university, or other institutions of higher learning; or young professional who has recently joined the workforce;
  • Proficient in reading, writing, and speaking English; and
  • Eligible to receive a United States J-1 visa.

What are the selection criteria?
Applicants should:
  • Demonstrate strong leadership qualities and track record in their university, place of work, and/or community;
  • Demonstrate knowledge, or professional experience in one of the YSEALI themes: civic engagement, environment and natural resources management, or entrepreneurship and economic development;
  • Demonstrate a commitment to community service, volunteerism, or mentorship;
  • Indicate a serious interest in learning about the United States and ASEAN as a region;
  • Be willing to actively participate in an intensive academic program, community service, and study tour;
  • Have a commitment to return to their home country to apply leadership skills and training to benefit their community, country, or the ASEAN region; and
  • Preferably have little or no prior study or travel experience in the United States.


What is the application process timeline?
Check for your country-specific information:
https://youngsoutheastasianleaders.state.gov/country-specific-information/

How do I apply?
Participants are selected by their local embassies. For country-specific application and recruitment information open this link:
https://youngsoutheastasianleaders.state.gov/country-specific-information/




Tuesday, 20 January 2015

Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI)

What is YSEALI?
Launched in 2013, the Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) is the U.S. President Barack Obama’s signature program to strengthen leadership development and networking in Southeast Asia. Through a variety of programs and engagements, including U.S. educational and cultural exchanges, regional exchanges, and seed funding, YSEALI seeks to build the leadership capabilities of youth in the region, strengthen ties between the United States and Southeast Asia, and nurture an ASEAN community. YSEALI focuses on critical topics identified by youth in the region: civic engagement, environment and natural resources management, and entrepreneurship and economic development.

Who is YSEALI?
The YSEALI community consists of bright young leaders, 18–35 years old, from Brunei, Burma, Cambodia, Indonesia, Malaysia, Philippines, Laos, Singapore, Thailand and Vietnam who are making a differing in their communities, countries, and the region.

Why YSEALI?
Approximately 65% of people in the ASEAN region are under the age of 35. YSEALI is an effort to harness the extraordinary potential of youth in the region to address critical challenges and expand opportunities.

Calling Youth with a Vision!
Young people in Southeast Asia are working to make tomorrow a brighter day, and the United States is here to help. We want to hear from you! What resources do young leaders need to tackle environmental issues, educate your generation, increase prosperity, and work for the good of your community?

Let's JOIN YSEALI right now!